TARI LINDA


Alkisah Omputo (Raja Muna) sedang berburu. Diperkirakan di daerah Labora. Tanpa sengaja, Omputo menemukan para bidadari sedang bercengkerama di Pantai Labora yang menawan.

Ia memerhatikan para bidadari menaruh selendangnya di dahan dan ranting sebuah pohon. Dengan sengaja ia mengambil salah satu selendang secara diam-diam dan lalu sembunyi menunggu dari balik kerimbunan.

Senja meninggalkan semburat jingga di ufuk barat. Para bidadari mengakhirkan senda guraunya hari itu. Tapi salah satu diantara mereka tidak bisa ikut terbang karena tidak bertemu selendangnya. Keburu malam, peri malang itu ditinggal seorang diri.


Omputo menyeruak dari balik rerimbunan dan mengajaknya pulang. Sang Bidadari menolak dengan penjelasan bahwa dirinya bukan seperti manusia, ia makhluk yang berbeda dari dunia kahyangan dan memiliki banyak pemali.

Tapi Omputon bersikukuh bidadari itu harus diboyong. Tanpa selendang, sang Bidadari hanya bisa pasrah. Ia pun diajak ke palaminan.

Bidadari selanjutnya diberinama Wa Ode Fari. Ia bersedia diperisteri dengan satu syarat yaitu tidak boleh membuka penanak nasi ketika dirinya sedang memasak. Omputo tidak masalah.

Hari berganti, musim berubah. Mereka kemudian dikaruniai seorang putri . Dua tahun berlalu, ada masa panen, ada masa panceklik. Disaat orang lain mulai mengeluhkan kehabisan stok beras di lumbung, lumbung Omputo masih berlimpah. Omputo bingung.

Teringat larangan isterinya pantang membuka penanak nasi, Omputo kembali tergugah penasaran. Ia merasa ada misteri dibalik kelakuan isterinya. Rasa ingin tahunya kali ini sangat besar.

Suatu saat isterinya pergi mencuci usai mendudukan periuk nasi di tungku, ia nekad melanggar pantangan siterinya. Ia membuka penutup panci dan terkejut sebab di dalam periuk hanya berisi satu butir beras. Setelah mendidih, periuk secara ajaib penuh berisi nasi.



Keesokan harinya, Wa Ode Fari yang tidak tahu kejadian itu pergi ke dapur hendak menanak nasi. Ia menuang sebutir beras lalu menunggunya hingga matang. Tapi betapa terkejut setelah matang periuk tidak penuh seperti biasanya. Ia sadar, suaminya telah melanggar pantangan.

Sejak terbongkarnya rahasia itu, Wa Ode Fari kehilangan kesaktian. Dan semenja itu Wa Ode Fari harus menumbuk padi seperti layaknya manusia. Hari demi hari stok beras di lumbung terus berkurang. Pasokan padi di lumbung semakin tipis.

Suatu pagi ketika Fari seperti biasa hendak mengangkat padi terakhir untuk ditumbuk, ia menemukan selendang di dasar lumbung, yang bertahun-tahun hilang darinya. Ia gembira sekaligus sedih. Meninggalkan seorang anak dan sumi yang perlahan-lahan mulai dicintainya. Ia mulai merasakan keindahan menjadi manusia saat anaknya bermanja-manja penuh kemesraan.

Tapi bagaimanapun, dunianya bukan disini. Maka ia berpamitan pada anak dan suaminya lalu terbang dengan sebongkah air mata berurai bertebaran di udara menjadi rintik hujan. Dibawah kelam langit ditengah rinai hujan, anak dan suaminya menatap pilu kepergian itu dengan kesedihan mendalam.

Omputo mengakui kelalaiannya namun terlambat menyadari mengapa tidak mematuhi pesan isterinya. Perpisahan seperti hari itu tidak pernah dibayangkan bakal terjadi.
Konon sebelum beranjak terbang ke kahyangan, Wa Ode Fari sempat menari sambil mendendangkan nasihat dan petuah untuk anaknya dari udara.

Sepeninggal ibunya, sang anak merasakan perbedaan yang mendalam. Ia kehilangan belai manja ibunya. Bagaimanapun berbeda sentuhan ibu dibanding ayah, terutama bagi jiwa kecil seorang anak berusia dua tahun.

Dan itu membuat sang anak merindu. Ia sering tampak termenung sendiri. Di bawah pohon tempat terakhir dibunya masih terlihat. Ia masih mampu mengenang semuanya secara detail.

Suatu hari di siang bolong yang terik. Sang anak tak lagi merasakan teriknya matahari, rindu yang membakar lebih panas dari matahari di kepalanya. Di sana, dibawah pohon kenangan, sang anak tiba-tiba mengayunkan tubuhnya, meliuk-liuk, seperti gerak ibunya saat terakhir.

Ia menari, menarikan tarian ibunya dari mula hingga akhir, tiada yang terlewatkan. Teman bermain yang menyaksikan belum pernah melihat tarian seindah itu. Takjub dan terpana, mereka hanya bisa bergerombol sambil terlongo. Sambil menari, sang anak mendendangkan lagu ibunya. “Dio Lakadandio, dandio lakadandio……..”

Konon itulah asal muasal tari Linda dan nyaniannya. Tarian yang tidak pernah diketahui siapa penciptanya, dan lagu yang tidak pernah diketahui artinya. Belum ada yang mampu menerjemahkan bait nyanyian itu hingga kini.

0 Response to "TARI LINDA"

Posting Komentar